Tiga wakil dari Komisi untuk Orang Hilang dan Tindakan Kekerasan (KontraS) mendesak masuk ke dalam sidang tertutup Komisi I DPR yang tengah meninjau ulang Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Hotel Fairmont Jakarta pada hari Sabtu, tanggal 15 Maret 2025. Grup tersebut memaksimalkan upaya mereka untuk menyusup ke dalam ruangan bernama Rubi di mana persidangan itu dilangsungkan.
"Wewenang kami menyatakan bahwa diskusi Rancangan Undang-Undang Tentang TNI harus diakhiri sebab bertentangan dengan aturan legislatif, acara ini diselenggarakan secara tertutup, Bapak-Ibu," seru Wakil Koordinator KontraS, Andri Yunus, yang memimpin demonstrasi tersebut.
Ketika Andri sedang memberikan pidato, segerombolan petugas keamanan datang, mengamankan area lalu menutup ruangan pertemuan tersebut. Pengawalan yang semula cukup longgar kini berada dalam posisi waspada.
Tak hanya itu saja, Andri melanjutkan pidatonya di depan pintu Ruby 1, tepat di area hadapan ruangan pertemuan, yang telah terkunci rapat.
"Bapak-bundaku yang disegani, yang selalu berharap untuk dipuja, namun malah mengecewakan masyarakat, hentikanlah diskusi tentang Rancangan Undang-Undang Tentang TNI. Hentikan, harap dihentikan, Bapa-Bunda sekalian ini. Karena kami minta agar diberhentikan sebab cara pelaksanaannya sangat rahasia dan tidak transparan," kata Andri sambil meninggikan suaranya.
Seorang peserta demonstrasi mencoba memukul pintu yang terkunci walaupun sudah dicegah oleh petugas. Mereka berseru, "Lawan Undang-Undang TNI, Lawan Dwi Fungsi ABRI, bawa pulang tentara ke barak." Setelah itu, tiga orang dari kelompok koalisi tersebut melanjutkan. Pihak-pihak yang hadir dalam pertemuan tidak memberikan respon atas aksi ini.
Terdengar suara yang agak redup berasal dari inside ruangan pertemuan menunjukkan bahwa pertemuan tersebut masih berlangsung. Beberapa ekspresi wajah orang-orang di dalam tampak kaget saat dilihat sekilas.
Setelah itu, Andri menyampaikan penjelasannya kepada para jurnalis yang datang bahwa Koalisi Reformasi Sektor Keamanan mengamati beberapa ketidakbiasaan karena tahapan membahas Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia berlangsung dengan sangat terbatas dan tidak transparan.
Andri menambahkan bahwa pernyataan tersebut tidak hanya bertentangan dengan kebijakan nasional tentang efisiensi tetapi juga berkaitan dengan isi pasalnya. Ini sangat menjauhi tujuan untuk menghilangkan fungsi ganda militer serta berada jauh dari semangat reformasi dalam sektor keamanan di Indonesia.
Dia juga menjelaskan bahwa sebelumnya, koalisi sudah mengirimkan surat terbuka ke Komisi I DPR guna memberikan saran dan meminta agar peninjauanRUU Tentara Nasional Indonesia ditangguhkan.
"Klaim kami sederhana, hentikan semua tahapan tersebut. Jangan lanjutkan dan jangan tergesa-gesa, sebab hal ini mencerminkan bahwa baik pemerintah maupun DPR tak memperhatikan suara masyarakat," katanya sebagai penutup aksinya.
Selanjutnya, tiga wakil dari koalisi yang bertindak ditemani ke luar ruangan dan bangunan oleh pihak berwenang. Di samping itu, Ketua Komisi I DPR, Utut Adianto, mengingkari klaim bahwa diskusi diselenggarakan dengan tergesa-gesa untuk mencapai persetujuan minggu depan.
"Bila saya sendiri tidak menggunakan target. Namun jika benar-benar pekerjaan untuk hari ini telah diselesaikan dan menurutku serta kita semua setuju bahwa hasilnya sudah mencukupi dan bagus, mengapa harus menolak?" ujar Utut.
Mengenai penolakan yang datang dari beberapa kelompok masyarakat, Utut memahami ada pihak yang tidak setuju. Meskipun demikian, dia merasa pendapat mereka dapat diutarakan melalui saluran resmi. Keterangan ini diberikan oleh Utut kurang lebih 30 menit sebelum dimulainya aksi koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan dilaksanakan.
"Boleh sih, tapi saya tidak sepenuhnya setuju. Kami mengajak mereka tetapi mereka enggan datang, karena merasa hanya akan menjadi alat dalam pembicaraan tersebut. Menurut mereka, prioritas utama saat ini adalah menyusun undang-undang terkait pengadilan militer atau hukum pidana," ungkap Utut.