
, JAKARTA — Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto mengungkapkan alasannya untuk melangsungkan pertemuan diskusi terkait perubahan UU Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI digelar di Hotel Fairmont.
Sebelumnya, pertemuan yang diadakan oleh DPR RI Dengan pemerintahan saat ini menghadapi kritikan karena acara tersebut diselenggarakan di sebuah hotel mewah, sementas presiden gencar melakukan penghematan pada anggaran.
Utut menyebut bahwa penyelenggaraan pertemuan di tempat tersebut bertujuan agar diskusi dapat berlangsung dengan lebih mendalam dan terfokus.
Titik-titik Kunci Mengenai Perubahan Batas Usia Pensiun dalam Rancangan Ubah Undang-Undang Tentang TNI
"Jika ini yang dimaksud konsinyering, apakah Anda paham maknanya? Konsinyering berarti disusun dalam kelompok, begitu," ujar Utut di Hotel Fairmont, Jakarta, pada hari Sabtu, 15 Maret 2025.
Utut juga menyebutkan pertemuan lain seperti diskusi Undang-Undang Kekarantinaan Jaksa yang berlangsung di Hotel Sheraton Jakarta. Dia mengatakan bahwa pertemuan tersebut tidak menjadi masalah.
: Kepala BN TNI Anggap Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia Tak Lagi Sesuai, Memerlukan Peninjauan Kembali
"Bila sejak awal Anda periksa hukum jaksa di Hotel Sheraton dan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi di InterCon, mengapa tidak ada kritikan?" tegasnya.
Berikut adalah beberapa catatan dari pertemuan yang dilangsungkan oleh Komisi I DPR RI bersama sejumlah kementerian pemerintahan seperti Kemenhan, Kemenkumham, Kemenkeu dan Kemensesneg.
: RUU Tentang Angkatan Bersenjata Nasional: Daftar 15 Departemen/Instansi yang Dapat Ditugasi Prajurit Berstatus Aktif
Secara mendasar, menurut Utut, pertemuan tersebut mengulas tentang posisi Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia (TNI), cakupan tugas baru bagi prajurit TNI yang masih dapat bertindak secara aktif, serta keterkaitan dengan batas umur pemberhentian mereka.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Komisi I DPR RI secara resmi telah mendirikan Panja untuk merevisi Undang-Undang No. 34 tahun 2004 mengenai TNI setelah melakukan rapat dengan para menteri termasuk Menhan, Menteri Hukum, Wakil Menteri Keuangan, serta Wakil Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
Anggota Komisi I TB Hasanuddin mengungkapkan bahwa ada dua masalah pokok yang menjadi fokus diskusi dalam rapat tersebut. RUU TNI , salah satu aturan adalah para prajurit yang bertugas di instansi pemerintah harus mengundurkan diri terlebih dahulu dari jabatannya sebagai anggota aktif TNI.
Terdapat dua hal yang lumayan mengundang perhatian. Pertama, awalnya kami berdiskusi tentang bagaimana prajurit TNI aktif bisa ditempatkan di mana pun, termasuk dalam instansi pemerintah; meskipun saat ini mereka masih bisa bertugas di lembaga pemerintahan, namun mereka harus pensiun dari status prajurit TNI aktif.
"Itulah poin pertamanya," ungkap Hasanuddin ketika diwawancara di Gedung Nusantara II DPR RI, Senayan, Jakarta, pada hari Selasa, 11 Maret 2025.
Titik fokus kedua melibatkan Pasal 47 Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang mencantumkan 10 instansi atau kementerian tempat anggota TNI dapat ditugaskan. TB Hasanuddin menggarisbawahi bahwa walaupun kemungkinannya ada, pemberian tugas kepada prajurit TNI pada beberapa instansi tersebut sebaiknya dilaksanakan dengan hati-hati serta berdasarkan kebutuhan masing-masing kementerian. Baginya, aturan ini cukup transparan dan mudah dimengerti.
Di samping itu, dalam versi yang telah direvisi tersebut, ada penyesuaian mengenai ambang batas usia pemberhentian bagi anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI). Spesifik di bagian Pasal 53, disebutkan bahwa untuk tamtama atau Prajurit Tingkat 2 sampai dengan Komandan Kepala, maksimal umur pensiun adalah 56 tahun. Sementara itu, tingkatan bintara memiliki batasan waktu kerja aktif hingga usia 57 tahun. Sedangkan bagi perwira, aturan tentang masa dinas berakhir ditetapkan antara usia 58 dan 59 tahun; tepatnya mulai dari pangkat Letnan Dua hingga Letnan Kolonel mencapai usia 58 tahun, sedangkan untuk jenderal kolonel diperbolehkan bekerja hingga mereka berumur 59 tahun.
Dia menyebutkan pula bahwa perwira tinggi bintang satu, yaitu brigadir jenderal, harus pensiun pada usia 60 tahun, sedangkan untuk perwira tinggi bintang dua (mayor jenderal) bisa melayani sampai berusia 61 tahun, serta bagi perwira tinggi bintang tiga (letnan jenderal) umur maksimalnya adalah 62 tahun.
Bagi para prajurit yang menempati posisi fungsional, diizinkan untuk menjalankan tugas keprajuran sampai berumur maksimum 65 tahun, walaupun kondisi tersebut tidak sering terjadi.
"Bagi perwira tinggi bintang empat, durasi pengabdian bisa diperpanjang berdasarkan keputusan presiden. Tetapi, posisi ini sungguh langka," terangkan legislator dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDip).