Isuzu Panther pernah menjadi mobil legendaris di Indonesia. Dikenal tangguh, irit solar, dan perawatannya mudah, Panther sangat dicintai oleh keluarga besar dan pelaku usaha kecil.
Akan tetapi, setelah Isuzu memilih untuk berhenti memproduksi Panther dan mengganti model tersebut dengan MU-X, harapan publik sangat besar. Ironisnya, MU-X belum dapat melanjutkan keberhasilan yang diraih oleh Panther. Mengapa situasi seperti itu terjadi?
1. Ketidaksamaan antara kelompok pasar dan tingkat harganya yang mencolok

Alasannya utamanya, MU-X sulit untuk mencapai tingkat kesuksesan seperti Panther disebabkan oleh perbedaan pasar yang mereka bidik. Sementara Panther fokus pada segmen Multi Purpose Vehicle (MPV) tengah yang ditujukan kepada keluarga besar, pemilik usaha skala kecil, serta konsumen yang mencari mobil multifungsi dengan biaya terjangkau. Ketika dikeluarkan dari produksi, harga Panther tetap di bawah angka Rp 300 juta.
Sementara itu, MU-X masuk ke segmen SUV ladder frame yang jauh lebih premium. Harganya ketika masuk ke Indonesia berada di kisaran Rp500 juta ke atas, bahkan mendekati Rp 600 juta untuk varian tertinggi. Hal ini otomatis memutus koneksi emosional dan logis antara pengguna lama Panther dan MU-X. Target pasarnya pun bergeser dari kalangan menengah ke atas, yang lebih mempertimbangkan kenyamanan dan fitur modern dibanding kepraktisan ala Panther.
2. Kekurangan diversifikasi serta kurang dikenalnya merk tersebut

MU-X berkompetisi dalam segmen yang sungguh padat. Dalam kelompok SUV dengan kerangka tangga, MU-X perlu bersaing langsung melawan Toyota Fortuner dan Mitsubishi Pajero Sport yang telah mendominasi pasarnya. Walaupun dari sisi kemampuan mesin dan fasilitasnya cukup sebanding, yaitu menggunakan motor diesel turbo 1,9 liter yang hemat bahan bakar beserta perlengkapan keamanannya yang lengkap, tetapi tingkat populer merek Isuzu selain pada bidang truk angkut kurang kuat.
Konsumen di segmen SUV premium lebih percaya pada merek dengan citra kuat di dunia passenger car, seperti Toyota dan Mitsubishi. Isuzu, meskipun unggul di truk dan kendaraan komersial, tidak berhasil membangun citra kuat di segmen mobil keluarga atau SUV modern. Alhasil, MU-X kurang dilirik karena dianggap “kurang prestise” dibanding rival-rivalnya.
3. Minimnya promosi dan jaringan

Faktor lain yang turut membuat MU-X sulit berkembang adalah minimnya promosi dan pendekatan pemasaran yang tepat. Isuzu di Indonesia lebih dikenal sebagai pemain utama kendaraan komersial. Diler-dilernya lebih banyak berfokus pada penjualan truk dan pickup seperti Elf dan Traga. Hal ini membuat MU-X tidak mendapatkan spotlight yang cukup sebagai mobil keluarga modern.
Di samping itu, dukungan after-sales untuk mobil penumpang Isuzu belum setinggi pesaingnya. Pelanggan SUV premium sangat menghargai aspek seperti kemudahan perawatan, tersedianya spare part, serta mutu jaringan bengkelpun menjadi pertimbangan mereka. Karena fokus utamanya ada pada truk niaga, model MU-X cenderung kurang menarik bagi konsumen yang mencari kendaraan untuk keluarga atau profesional muda. Oleh karena itu, hal ini membuatMU-X sedikit kehilangan daya tarik dalam perspektif para pembeli tersebut.