Perbedaan Kehamilan Normal dan Ectopic: Waspadai Kesalahan yang Fatal

tisubodas
By -
0

Pasangan pengantin baru biasanya begitu bersemangat memandangi kehamilan. Saat itu merupakan momen penuh kegembiraan serta harapan bagi mereka di waktu akan datang.

Meskipun demikian, dibalik kesenangan itu, pasangan perlu pula mengerti tentang beberapa situasi kehamilan yang mungkin membawa risiko, termasuk satu di antaranya yaitu kehamilan ektopik.

Banyak individu masih salah kaprah dalam menyamakan kehamilan ektopik dengan kehamilan normal. Meskipun demikian, sebenarnya dua situasi tersebut memiliki perbedaan signifikan dan masing-masing membutuhkan pengawasan serta penanganan medis yang berbeda.

Walau kehamilan normal dan kehamilan ektopik menunjukkan gejala serupa, namun sebenarnya ada perbedaan di antara keduanya. Untuk menghindari kesalahan pengertian, mari kita bahas penjelasannya lebih lanjut. yang membahas mengenai Perbedaan antara kehamilan normal dengan kehamilan ektopik.

Apa Itu Hamil Normal?

Kehamilan biasa berlangsung saat embrio yang telah disemprotkan melekat pada dinding rahim lalu tumbuh menjadi bayi. Tahapan prosesnya mencakup dari awal penyemprotan sperma ke sel telur sampai penempelan di rahim. Seiring masa kehamilan, si jabun itu akan berkembang perlahan-lahan didalam rahim.

Pada tahap awal kehamilan, embrio tumbuh dan berkembang menjadi janin yang lebih besar. Wanita hamil sering kali merasakan sejumlah perubahan pada tubuh mereka dan juga dalam emosi, termasuk rasa mual, muntah, serta fluktuasi mood. Kunjungan medis secara teratur selama masa pralahir ini sangat penting untuk melacak perkembangan bayi dan kondisi kesehatan sang ibu, menjamin bahwa segala sesuatunya berlangsung dengan lancar.

Apabila ditangani dengan baik, kehamilan normal umumnya tidak mengakibatkan masalah medis besar. Asupan gizi seimbang, tidur cukup, serta cek berkala merupakan faktor penting dalam menjaga kondisi kesehatan sang ibu dan bayi di dalam kandungan. Melalui penanganan yang sesuai, proses hamil bisa berlangsung tanpa hambatan sampai saat melahirkan.

Apakah yang Dimaksud dengan Kehamilan Ektopik?

Kehamilan ectopic atau diluar kandungan merupakan situasi dimana embrio melekat serta bertumbuh di luar rahim. Tempat yang paling sering mengalami kehamilan ini adalah saluran tuba fallopi, meskipun bisa juga terjadi pada ovary, ruang perut, ataupun serviks.

Lokasi-lokasi itu bukanlah tempat yang cocok untuk pertumbuhan janin, oleh karena itu kehamilan ektopik di sana tidak bisa berkembang secara normal dan memiliki potensi menimbulkan masalah kesehatan.

Kemudian selama proses implantasi dalam kehamilan ektopik, pembentukan embrio berlangsung di lokasi yang tak seharusnya. Hal ini mungkin menimbulkan rasa sakit hebat serta perdarahan internal dikarenakan jaringan diluar rahim kurang mampu memberikan dukungan bagi pertumbuhan embrio. Seringkali kondisi tersebut sulit dideteksi secara dini karena tanda-tandanya bisa disamarkan sebagai gejala kehamilan biasa.

Kehamilan ektopik mengharuskan adanya perawatan medis cepat agar dapat mencegah kerusakan tambahan pada organ-organ yang terpengaruh serta untuk menjaga kesejahteraan sang ibu.

Tatalaksana dapat mencakup menggunakan obat-obatan untuk mencegah perkembangan embrio atau prosedur bedah untuk menghapus jaringan ektopik. Tatalaksana yang sesuai sangat diperlukan agar tidak meningkatkan risiko tersebut. Probabilitas terjadi kehamilan ektopik sebesar 1 dari setiap 8 kehamilankam.

Tanda-Tanda Kehamilan Ektopik

Melansir Embry Woman Health Perempuan yang mengidap kehamilan ektopik di tahap pertama mungkin menunjukkan tanda-tanda hamil normal seperti rasa mual, berhentinya siklus haid, serta peningkatan ukuran perut.

Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, tanda-tanda yang tak lazim mulai bermunculan. Beberapa ciri-ciri khas dari kehamilan ektropik antara lain mencakup:

  • Sakit sangat di bagian perut dan panggul.
  • Sakit di daerah rektum (sebagian terakhir dari saluran pencernaan).
  • Perdarahan berat.
  • Pusing dan pingsan.

Tanda-tanda tersebut bisa jadi serupa dengan gejala kehamilan biasa. Untuk memverifikasi kondisinya, bunda perlu menjalani pemeriksaan pra-natal secara teratur agar dapat ditangani lebih lanjut.

Penyebab Terjadinya Kehamilan Ektopik

Setiap wanita yang melakukan aktivitas seksual memiliki potensi untuk mengalami kehamilan ektopik. Akan tetapi, tingkat risiko ini bisa bertambah besar bergantung pada sejumlah faktor tertentu.

Berikut ini merupakan sejumlah penyebab yang bisa menaikkan risiko terjadinya kehamilan ektopik:

  • Wanita yang sedang hamil di atas umur 35 tahun berpotensi menghadapi resiko lebih besar terkena kondisi kehamilan ektopik.
  • Wanita dengan sejarah penyakit radang panggul (PID) cenderung menghadapi risiko yang lebih tinggi, karena situasi tersebut bisa memicu inflamasi serta kerusakan di dalam tabung falopi.
  • Apabila seorang wanita mempunyai catatan medis tentang endometriosis, yaitu ketika jaringan endometrium berkembang di luar rahim, maka kemungkinan terjadinya kehamilan ektop pun bertambah.
  • Sejarah infeksi menular seksual seperti gonore dan klamidia bisa memperbesar kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik, sebab penyakit tersebut mampu menghancurkan tabung falopi.
  • Wanita yang telah melalui proses operasi seperti aborsi, sterilisasi, atau tindakan bedah pada daerah panggul atau perut berpotensi memiliki resiko lebih besar untuk mengalami kehamilan ektopik.
  • Penerapan IUD sebagi salah satu cara kontrasepsi secara perlahan menaikkan potensi terjadinya kehamilan di luar rahim.
  • Kelainan dalam struktur saluran tuba bisa mengganggu pergerakan sel telur serta menambah kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik.
  • Merokok juga bisa menambah risiko mengalami kehamilan ektopik.

Memahami elemen-elemen tersebut bisa mendukung wanita dalam mengenal potensi bahaya kehamilan ektopik serta kesesuaian dari pengawasan medis sepanjang masa hamil.

Apakah Bisa Hamil Lagi Setelah Kehamilan Ektopik?

Tentu saja boleh, Bu. Peluang untuk hamil kembali setelah mengalami kehamilan ektopik memang lumayan besar. Ibu berpeluang sebesar 65% untuk hamil kembali usai menjalani masa tersebut. Meski demikian, terdapat pula risiko kurang lebih 10% bagi ibu untuk mengalaminya sekali lagi.

Dalam sejumlah kasus kehamilan ektopik, bisa jadi dibutuhkan intervensi medis semacam menghapus salah satu saluran telur. Apabila keduanya perlu diambil, hamil dengan cara normal menjadi mustahil. Pada kondisi demikian, metode lain seperti telah disebutkan. In Vitro Fertilization (IVF) atau bayi tabung dapat menjadi opsi untuk mencapai kehamilan.

Berapa Lama Waktunya Untuk Bisa Hamil Lagi Setelah Mengalami Kehamilan Ektopik?

Menurut situs web Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada, biasanya dianjurkan untuk menunda kehamilan berikutnya selama 3-6 bulan supaya ibu dapat memulihkan diri baik dari segi fisik maupun emosi sebelum mencoba hamil kembali.

Untuk ibu yang mengalami pengobatan kehamilan ektopik menggunakan metode laparoskopi, umumnya dianjurkan untuk mencoba hamil lagi setelah melewati dua periode menstruasi. Sedangkan bagi ibu yang mendapatkan injeksi methotrexate sebagai bentuk perawatan terhadap kondisi tersebut, sebaiknya menunggu paling tidak tiga bulan sampai tingkat hormon hCG berada di bawah ambang batas 5 IU/mL, hal ini dapat diketahui melalui uji laboratorium dari hasil tes darah.

Nah, itulah ulasan mengenai Perbedaan antara kehamilan normal dengan kehamilan ektopik Ingatlah, Bu, untuk terus mengawasi perkembangan kehamilan serta melakukan konseling pra-natal dengan teratur.

  • 6 Metode Menghindari Kejadian Kehamilan Ektopik Berulang
  • Apakah Anda Tahu Tentang Kehamilan Ektopik dan Apa Saja Metode Pengobatannya?
  • Kehamilan Ektopik, Saat Sel Telur Berkembang di Luar Rahim

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)